Hari ini siswa/i SMAN 1 Teluk Kuantan mulai menjalani Ujian Kenaikan
Kelas . Budaya jelek yang masih laris di tengah-tengah mereka adalah menyontek
atau membawa “kepekan” kertas berisi rangkuman saat masuk ke ruang ujian.
Islam Melarang Berbuat Curang dan Berbohong
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
“Barangsiapa
yang menipu kami, maka ia tidak termasuk golongan kami.” (HR. Muslim no.
101, dari Abu Hurairah).
Hadits di
atas ada kisahnya ketika seorang pedagang mengelabui Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, tidak jujur dalam jual belinya. Dari Abu Hurairah, ia
berkata,
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ فَأَدْخَلَ
يَدَهُ فِيهَا فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ بَلَلاً فَقَالَ « مَا هَذَا يَا صَاحِبَ
الطَّعَامِ ». قَالَ أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ أَفَلاَ
جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَىْ يَرَاهُ النَّاسُ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّى
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati setumpuk makanan, lalu beliau
memasukkan tangannya ke dalamnya, kemudian tangan beliau menyentuh sesuatu yang
basah, maka pun beliau bertanya, “Apa ini wahai pemilik makanan?” Sang
pemiliknya menjawab, “Makanan tersebut terkena air hujan wahai Rasulullah.”
Beliau bersabda, “Mengapa kamu tidak meletakkannya di bagian makanan agar
manusia dapat melihatnya? Ketahuilah, barangsiapa menipu maka dia bukan dari
golongan kami.” (HR. Muslim no. 102)
Ini berarti
setiap orang yang menipu, berbohong, berbuat curang, mengelabui dikatakan oleh
Nabi bukanlah termasuk golongan beliau. Artinya, diancam melakukan dosa besar.
Menyontek pun demikian.
Akibat Berbuat Curang Saat Ujian
Dalam hadits
dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu juga dijelaskan keutamaan
sikap jujur dan bahaya sikap dusta. Ibnu Mas’ud menuturkan bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَلَيْكُمْ
بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى
إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى
يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ
يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا
يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ
اللَّهِ كَذَّابًا
“Hendaklah
kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan
pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika
seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan
dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari
berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan
kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan
berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.”
(HR. Muslim no. 2607)
Dalam hadits
lainnya disebutkan tiga tanda munafik,
آيَةُ
الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا
اؤْتُمِنَ خَانَ
“Tiga tanda
munafik adalah jika berkata, ia dusta; jika berjanji, ia mengingkari; dan
ketika diberi amanat, maka ia ingkar” (HR. Bukhari no. 33 dan Muslim no.
59).
Imam Nawawi
rahimahullah berkata, “Hadits ini menerangkan tanda munafik, yang memiliki
sifat tersebut berarti serupa dengan munafik atau berperangai seperti kelakuan
munafik. Karena yang dimaksud munafik adalah yang ia tampakkan berbeda dengan
yang disembunyikan. Pengertian munafik ini terdapat pada orang yang memiliki
tanda-tanda tersebut” (Syarh Muslim, 2: 47).
Akibat
mencontek pun dapat dirasakan jangka pendek. Siswa menjadi tidak pede dengan
jawabannya. Padahal barangkali jawabannya lebih benar daripada milik temannya.
Menyontek juga membahayakan diri sendiri karena bila ketahuan guru, bisa
dipastikan nilai 0. Bagi yang dicontek, tidak menyesalkah bila yang menyontek
mendapat hasil ujian yang lebih tinggi daripada Anda yang dicontek? Artinya,
kerjasama saat di ‘medan perang’ ujian adalah kesia-siaan, karena teman Anda
hanya memanfaatkan diri Anda, dan Anda tidak sadar telah dimanfaatkan. Hal ini
sering terjadi. Yang namanya kompetisi, maka setiap peserta harus bersaing,
bukannya malah bekerja sama. Karena yang namanya juara itu hanya dimiliki oleh
satu orang, bukan tim / kolektif.
Adapun
bahaya jangka panjang seperti kata pepatah, “Siapa yang menanam, dia akan
menuai hasilnya kelak.” Kalau itu adalah kejelekan yang ditanam, maka
tunggu hasil jeleknya kelak. Bila seorang siswa terbiasa menyontek, maka
kebiasaan itulah yang akan membentuk diri. Beberapa karakter yang dapat
‘dihasilkan’ dari kegiatan menyontek antara lain: mengambil milik orang lain
tanpa ijin, menyepelekan, senang jalan pintas dan malas berusaha keras, dan
kehalalan pekerjaan dipertanyakan. Bisa dipastikan, saat siswa sudah dewasa dan
hidup sendiri, tabiat-tabiat hasil perilaku menyontek mulai diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari, seperti mencuri, korupsi, manajemen buruk, pemalas tapi
ingin jabatan dan pedapatan tinggi.
Berakibat Buruk pada Ijazah dari Hasil
Contekan
Akibat
menyontek itu sendiri yaitu jika pekerjaan diperoleh dari ijazah hasil
menyontek, maka kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إنَّ
الْعَبْدَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ
“Seorang
hamba boleh jadi terhalang rizki untuknya karena dosa yang ia perbuat.”
(HR. Ahmad 5: 282, sanadnya dhoif sebagaimana kata Syaikh Syu’aib Al
Arnauth)
Syaikh
Sholeh Al Munajjid ditanya, “Ada orang yang bekerja dengan sebab ijazah sarjana
yang palsu. Ada juga yang memiliki ijazah sarjana yang asli namun pernah
menyontek pada salah satu ujian semesteran. Ada juga yang melengkapi
persyaratan kerja berupa ijazah ketrampilan atau profesi palsu. Mereka semua
telah bekerja dan menguasai pekerjaannya dengan baik. Apa yang harus dilakukan
mereka bertiga setelah mereka bertaubat? Perlu diketahui bahwa sebagian di
antara mereka PNS namun ada juga yang bekerja di perusahaan swasta.”
Pertanyaan
di atas telah kami sampaikan kepada Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dan
jawaban beliau adalah sebagai berikut, “Jika pondasi rusak maka bangunannya
tentu rusak. Kewajiban tiga jenis orang di atas adalah mengulang ujian untuk
mendapatkan ijazah yang dengan sebab ijazah tersebut mereka bisa mendapatkan
gaji. Namun seandainya saat ujian semester terakhir orang tersebut tidak
menyontek dan menyontek hanya dilakukan pada semester-semester sebelumnya maka
aku berharap orang tersebut tidak berdosa disebabkan gaji yang didapatkan
dengan ijazah semacam itu”.
Pertanyaan,
“Namun nilai yang diberikan di ijazah atau di transkip nilai adalah nilai untuk
semua mata kuliah yang diajarkan selama masa belajar”.
Syaikh Ibnu
Utsaimin menjawab, “Jika demikian orang tersebut tidak boleh menerima gajinya
sehingga dia mengulang semua ujian tanpa contekkan”.
Pertanyaan,
“Namun realitanya, andai orang tersebut menghadap ke pihak universitas dan
menyampaikan keinginannya untuk melakukan ujian ulang maka pihak universitas
akan mengatakan bahwa sistem pembelajaran yang ada tidak mengizinkan hal
semacam itu”.
Syaikh Ibnu
Utsaimin menjawab, “Jika demikian hendaknya orang tersebut keluar dari tempat
kerjanya kemudian mencari pekerjaan baru sesuai dengan ijazah sekolah yang
tidak tercemar dengan menyontek atau melakukan kecurangan ketika ujian semisal
ijazah SMA-nya”.
Pertanyaan,
“Bagaimana jika pegawai tersebut mengatakan bahwa dia telah menguasai pekerjaan
dengan baik dan kemampuannya dalam bekerja menyebabkan dia berhak untuk bekerja
meski tidak memiliki ijazah?”
Syaikh Ibnu
Utsaimin menjawab, “Jika demikian, hendaknya dia melapor ke bagian personalia
tempat dia bekerja dan menyampaikan bahwa realita senyatanya dari ijazahnya
adalah demikian dan demikian. Jika pihak tempat dia bekerja mengizinkan orang
tersebut untuk tetap bekerja di tempat tersebut dengan pertimbangan bahwa dia
telah menguasai pekerjaan dengan baik maka aku berharap moga dia tidak berdosa
jika tetap bekerja di tempat tersebut”. (Sumber: Ustadzaris.com yang diterjemahkan dari Saaid.Net)
Syaikh
‘Abdul ‘Aziz bin Baz pernah ditanya, “Ada seseorang yang bekerja dengan ijazah
namun saat ujian ia telah berbuat curang (bohong) dan berhasil meraih ijazah
tersebut. Adapun saat ini ia bekerja dengan baik karena hasil dari ijazah
tersebut. Apakah gajinya itu halal atau haram?”
Syaikh Ibnu
Baz menjawab, “Tidak mengapa gajinya tersebut insya Allah. Namun ia punya
kewajiban untuk bertaubat karena dahulu telah berbuat curang saat ujian.
Pekerjaan yang ia tempuh saat ini tidaklah bermasalah. Namun ia telah berdosa
karena melakukan kecurangan di masa silam. Kewajibannya adalah bertaubat kepada
Allah dari perbuatan tersebut.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 31: 19).
Namun
pengasuh Fatwa Islamweb mengatakan setelah menyebutkan fatwa di atas, “Hal ini
berbeda jika pekerjaan tersebut disyaratkan harus dengan ijazah yang sah (yang
benar-benar valid dari hasil usaha sendiri, bukan berbuat curang). Jika
dipersyaratkan ijazah seperti itu, maka ia tidak boleh mengajukan lamaran pada
pekerjaan seperti tadi. Karena setiap muslim harus memenuhi perjanjian yang
telah ia sepakati. (Sumber: Fatwa.Islamweb)
Mending Nilai Pas-Pasan Tetapi Jujur
Mending
nilai pas-pasan daripada berbuat curang dan berbohong dengan menyontek. Prinsip
inilah yang harus ditanamkan oleh orang tua pada anak-anaknya. Harusnya orang
tua mengajarkan kepada anak-anak supaya jujur dan mencari ridho Allah.
Aisyah radhiyallahu
‘anha pernah menuliskan surat kepada Mu’awiyah. Isinya sebagai berikut,
مَنِ
الْتَمَسَ رِضَاءَ اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ كَفَاهُ اللَّهُ مُؤْنَةَ النَّاسِ
وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ وَكَلَهُ اللَّهُ إِلَى
النَّاسِ
“Barangsiapa
mencari ridho Allah sedangkan manusia murka ketika itu, maka Allah akan
bereskan urusannya dengan manusia yang murka tersebut. Akan tetapi barangsiapa
mencari ridho manusia, namun membuat Allah murka, maka Dia akan serahkan orang
tersebut kepada manusia.” (HR. Tirmidzi no. 2414. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Begitu pula
anak harus pahami bahwa membahagiakan orang tua dengan Naik Kelas dalam ujian
tidak mesti dengan jalan yang diharamkan, tempuhlah jalan yang Allah ridhoi.
Semoga Allah
memudahkan adik-adik kita yang sebentar lagi menempuh ujian kenaikan kelas.
Moga Allah mendatangkan kemudahan dan juga memberikan taufik kepada mereka
untuk berlaku jujur dan menjauhi kecurangan.(*Jn)
0 comments:
Posting Komentar