Di luar pagar, kita
masih mendengar cerita yang tidak sedap tentang bagaiamana pelaksanaan
ujian nasional tahun 2013 lalu itu. Cerita tidak sedap itu misalnya
adanya SMS Kepada peserta ujian untuk tngkat SMP dan SMA/SMK, sejauh
yang saya dengar, sebelum masuk ke ruang ujian. Meski pemerintah telah
membuat ketentuan paket-paket ujian yqng beragam untuk satu ruang
ujiannya, dan juga skenario pengamanan bagi soal dan jawaban ujian,
namun kenyataannya masih terjadi di sekolah siswa yang kasak-kusuk saat
sebelum UAS atau UN berlangsung dan kemudian memperoleh nilai yang relatif baik
dibandingkan dengan kemampuan riilnya sehari-hari. Nilai bagus tersebut
kadang malampaui nilai bagi anak-anak yang sehari-harinya berkompetensi
diatas rata-rata.
Walau hampir setiap
tahun pula, bau tidak sedap itu sangat sedikit yang masuk dalam ranah
hukum sehingga kita semua tahu siapa pelakunya, bagaimana tahap atau
proses melakukannya, dan apakah para pelaku adalah mereka yang saling
bekerjasama dan membentuk sebuah jaringan? Namun yang jelas
kejadian-kejadian itu menjadi cerita umum. Baik di kalangan orangtua,
masyarakat, dan juga siswa.
Tap dalam asumsi saya,
semua skenario, usaha, ikhtiar, dan kesepakatan itu merupakan bagian
dari desain besar kita untuk memperoleh hasil Ujian Nasional yang bagus.
Sayangnya, kita sering lebih senang dan terperangkap untuk mencapai
hasil bagus dan optimal Ujian Nasional itu bukan dengan jalan bersiap
jauh hari dengan berusaha keras. Namun dengan jalan instan. Semangat
instan yang dengan sempurna dimanfaatkan oleh beberapa oknum tidak
bertanggungjawab melalui sms jawaban soal Ujian Nasional.
Dulu dan Sekarang
Bagaimana fenomena
mendongkrak nilai ujian saat dulu, saya masih duduk di bangku sekolah
dengan sekarang, ketika saya menjadi guru? Mungkin inilah ceritanya;
Ujian Gaya Dulu
Dulu saat saya sekolah
di sekolah menengah, pagi hari menjelang ujian berlangsung, saya dan
beberapa teman akan mendiskusikan, atau tepatnya bergantian tanya jawab
dengan menggunakan contoh-contoh soal ujian terdahulu. Kami akan lebih
bahagia lagi kalau soal itu adalah soal bocoran. Meski soal bocoran itu
kadang-kadang hanya isu semata, karena ternyata hanyalah soal ujian
tahun yang telah lalu. Dan meski juga, pada saat menyelesaikan soal-soal
tersebut, kami belum tentu tahu benar atau salah atas jawaban kami.
Tapi pada saat itu kami memperoleh bayangan tentang soal-soal ujian yang
mungkin akan kami hadapi.
Saya sering protes
kepada kawan, mengapa contoh-contah soal yang kami dapatkan itu baru
kami terima hanya menjelang satu jam sebelum ujian dimulai? Tapi memang
itulah ketidakberuntungan generasi saya dan semoga tidak termasuk Anda.
Karena menjadikan soal ujian tahun-tahun sebelumnya sebagai bagian dari
suksesnya ujian, pada kala itu adalah sebuah kemewahan. Beruntung dengan
saya, ketika menjelang ujian, saya sempat membeli buku latihan soal
sebuah toko buku kecil di kota Purworejo. Namun buku itu cukup
memperkaya pengetahuan saya dibanding kawan yang lain. Karena buku itu
dilengkapi juga dengan kunci jawaban, sehingga saya belajar soal
sekaligus jawabannya. Selain itu, soal-soal yang terdapat di buku itu,
nampaknya mengambil sumber belajar dari buku yang berbeda dengan buku
yang menjadi sumber kami belajar di kelas. Jadinya saya dapat lebih
banyak tahu daripada kawan di kelas. Walau kami harus kecewa setelah
ujian berakhir. Sedikit sekali soal-soal yang ada di ujian tersebut,
yang sebelumnya kami pelajari. Alhasil, kami semua pasrah.
Ujian Gaya Sekarang
Bagaimana dengan ujian
yang dilaksanakan sekarang? Minimal tiga bulan sebelum ujian
berlangsung, maka guru akan menerima standar kelulusan (SKL) atau
kisi-kisi. Yaitu batasan kompetensi, dan tergambar sekaligus materi dari
ujian yang akan diujikan. Dengan SKL atai kisi-kisi tersebut, guru akan
mengetahui materi yang akan diujikan. Pengetahuan guru tersebut pasti
akan ditransfer kepada siswa dan kadang kepada orangtua agar ujian yang
mereka ikuti dapat benar-benar optimal hasilnya.
Dengan model seperti
ini, maka belajar untuk menghadapi ujian adalah mempelajari materi
ujiannya. Juga berbagai ragam kemungkinan soal ujian yang akan keluar.
Dan buku yang berkenaan dengan hal itu, sagat beragam tersedia di toko
buku. Bimbingan belajar juga menjadi fenomena yang fenomental di saat
ini.
Namun entah bagaimana,
justru kemudahan ini menjadikan bau tak sedap di setiap tahun
pelaksanaan ujian nasional di Indonesia masih kita cium. Baik yang kasat
mata, yang disaksikan oleh teman-teman guru yang menjadi pengawas
ujian, baik dari cerita laporan pandangan mata anak dan keponakan,
melihat berita di tv, atau membaca di surat kabar. Dan ini mengsumsikan
bahwa meski jalan yang akan kita lalui diberikan panduan peta yang jelas
dan terang, namun kita ada diantara kita yang masih percaya dengan
kiriman SMS. Ini adalah bentuk moralitas yang rendah. Lebih rendah lagi
bila SMS yang anak-anak kita terima itu terdapat kontribusi orangtuanya
dalam bentuk memberikan donasi dana kepada para pengirim SMS kunci
jawaban ujian nasional yang gentanyangan disetiap menjelang UN. Sungguh
mengenaskan menurut saya. Semoga juga menurut Anda.
Dan kita berharap hal-hal yang diatas semoga tidak terulang kembali dan mudah-mudahan pendapat Anda juga demikian.